Tuesday, July 14, 2009

Level Gas Secara Umum Pada Kandang Unggas

Gas

Simbol

Keterangan

Mematikan

Diinginkan

Karbon Dioksida

CO2

Diatas 30 %

Dibawah 1 %

Metana

CH4

Diatas 5 %

Dibawah 1 %

Amoniak

NH3

Diatas 500 ppm

Dibawah 40 ppm

Hidrogen Sulfida

H2S

Diatas 500 ppm

Dibawah 40 ppm

Oxygen

O2

Dibawah 6 %

Diatas 16 %

Bagaimana Antibiotika Bekerja ?

Banyak orang tahu dan sering mendengar tentang antibiotika, akan tetapi belum tentu memahami apakah sebenarnya antibiotika itu. Antibiotika pertama yang dikenal adalah penisilin, dimana zat ini dihasilkan oleh jenis jamur penicillium. Dalam sejarah antibiotika orang yang patut di kenang adalah A.Fleming, karena beliau yang pertama menemukan penisilin (Tahun 1929) akan tetapi penggunaannya sebagai zat pembunuh bakteri baru banyak digunakan pada tahun 1943, dan seiring dengan perkembangan teknologi sekarang telah dikenal ratusan antibiotika .

Pembagian Antibiotika Berdasarkan Cara Kerjanya

Antibiotika dalam hal ini dibagi dua :

  1. Antibiotika berspektum luas : antibiotika yang efektif digunakan bagi banyak spesies bakteri, baik kokus,basil maupun spiral, contohnya tetrasiklin (Mampu membunuh bakteri berbentuk kokus,basil dan spiral).
  2. Antibiotika berspektum sempit : antibiotika yang efektif digunakan untuk spesies tertentu, contohnya penisilin (Hanya mampu memberantas bakteri berbentuk kokus).

Sifat-sifat Antibiotika

Antibiotika haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

  1. Menghambat atau membunuh patogen tanpa merusak inang (Host).
  2. Bersifat bakterisida dan bukan bakteriostatik.
  3. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman.
  4. Berspektrum luas.
  5. Tidak bersifat alergenik atau menmbulkan efek samping bila dipergunakan dalam jangka waktu yang lama.
  6. Tetap aktif dalam plasma, cairan badan atau eksudat.
  7. Larut dalam air serta stabil.
  8. Bakterisidal Level, di dalam tubuh cepat dicapai dan bertahan untuk waktu lama.

Mekanisme Kerja Antibiotika

Antibiotika menggangu bagian-bagian yang peka didalam sel, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini :

  1. Antibiotika yang mempengaruhi dinding sel.

Pada dasarnya sel kuman dikelilingi oleh dinding sell yang melindungi membran protoplasma dibawahnya dari trauma. Pada kondisi ini antibiotika bekerja untuk mengganggu pembentukan dinding sel terutama pada tahap akhir, sehingga terbentuklah steroplas, yakni kuman tanpa dinding sel (Terjadi pada golongan penisillin).

  1. Antibiotika yang mengganggu fungsi membran sel

Antibiotika yang masuk kedalam golongan ini adalah polimiksin, kolistin, nistatin dan amfoterisin B. Antibiotika golongan ini merusak dan memperlemah dinding sel, dimana perlu diketahui bahwa membran sel merupakan hal yang sangat vital dalam sel karena berfungsi sebagai selektif permeabel, pengangkutan aktif dan mengendalikan susunan sel.

  1. Antibiotika yang menghambat sintetis protein

Yang termasuk didalam golongan ini adalah aktinomisin, rifampisin, steptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, klindamisin, linkomisin, kanamisin, neomisin, netilmisin dan tobramisin, dan mekanisme kerjanya sebagai berikut ;

- Aktinomisin : sangat aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif.

- Rifampisin : mempunyai spektum antibakteri yang luas dan terutama efektif terhadap bakteri gram positif dan mikrobakteria.

- Streptomisin : bakteri bersifat bakterisida tehadap sejumlah besar bakteri-bakteri gram negatif dan positif.

- Tetrasiklin : mempunyai spektrum sangat luas, mencakup spektrum penisillin, streptomisin dan kloramfenikol.

- Kloramfenikol : bersifat bakteriostatik aktif terhadap sejumlah bakteri gram positif dan gram negatif, rikettsia dan klamidia.

- Eritromisin : termasuk sebagai antibiotika makrolida, dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisida, merupakan obat pilihan terhadap mycoplasma dan juga untuk stafilokokus, streptokokus Grup A.

- Klindamisin : banyak digunakan terutama untuk infeksi bakteri anaerob.

  1. Antibiotika yang menghambat sintetis asam nukleat

Yang termasuk di dalam golongan ini adalah : asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, sulfonamida dan trimetoprim. Merupakan penghambat efektif terhadap sintetis ADN, dimana akan membentuk ikatan kompleks melalui ikatan-ikatan pada residu deoksiguanosin.

Penggunaan Antibiotika Dilapangan

Beberapa peternak dalam menghadapi suatu kasus atau penyakit tanpa berpikir panjang menggunakan antibiotika berspektum luas dengan alasan bahwa dengan penggunaan antibiotik yang berspektrum luas semua bisa teratasi. Selain masalah tersebut diatas juga peternak sering menggunakan preparat antibiotik yang sama dari satu periode pemeliharan ke periode berikutnya ( Sebaiknya preparat antibiotika yang dipakai dalam suatu farm diganti tiap 3 – 4 periode pemeliharaan).

Hal-hal yang perlu di pertimbangkan dalam penggunaan preparat antibiotika dalam menangani kasus penyakit dalam lingkungan Farm :

  1. Penyebab infeksi atau penyakit yang terjadi harus diketahui ( Apakah dari golongan Bakteri atau virus ).
  2. Tingkat morbiditas harus diketahui.
  3. Umur ayam.

Stress Vs Vitamin C Pada Unggas

Pada ternak unggas jika terjadi stress maka kemampuan yang mereka miliki tidak bisa tampak secara maximal olehnya itu kondisi optimal dalam pemeliharaan unggas harus dipertahankan agar dapat mendapatkan hasil produksi yang maximal, untuk lebih jelasnya mari kita menyimak uraian dibawah ini.

Stress

Stress didefinisikan sebagai ketegangan secara fisik atau secara psikologis. Stress pada unggas dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya tekanan eksternal seperti nutrisi pakan, perubahan ransum secara tiba-tiba, perubahan air minum, luas kandang, tingkat produksi, jumlah unggas yang dipelihara secara tiba-tiba, perkandangan, pemeliharaan rutin, transportasi, kegaduhan, adanya orang yang tidak dikenal, sakit, kelelahan, manajemen, temperatur dan perubahan cuaca secara tiba-tiba (Ensminger, 1992).

Menurut Kilgour dan Dalton (1984) batasan praktis terhadap stress adalah terjadinya perilaku abnormal, turunnya konsumsi pakan, produksi rendah, timbulnya penyakit dan kematian. Cekaman merupakan respon yang timbul apabila ternak dihadapkan pada suatu perubahan lingkungan. Sifat nervous akan meningkat kepekaannya terhadap terjadinya cekaman dari pengaruh lingkungan, karena cekaman secara biologis adalah berbagai reaksi yang dilakukan hewan untuk memelihara integritas proses-proses fisiologis di dalam tubuh. Perlakuan dalam pemeliharaan akan berdampak pada timbulnya cekaman seperti perkandangan, pemberian pakan dan minum, kegaduhan dan dampak pemeliharaan secara intensif lainnya. Indikator terhadap cekaman ringan secara fisiologis dapat diamati terjadinya perubahan atau peningkatan dari unsur hematologis, endokrinologis, metabolisme maupun perilaku ternak. Secara fisiologis perubahan-perubahan akibat cekaman pada unggas terjadi pada kelenjar adrenal ( hypertropi, kadar kolestero menurun, sintesis kortikosteroid meningkat, kandungan asam askorbat menurun); darah (kolesterolemia, NPN meningkat, Ca++ meningkat, rasio Na++ dan K+ berubah, kortikosteroid meningkat, glukosa meningkat, heteropilia, limfopenia) dan jaringan limfoid (involusi bursa fabricius, involusi thymus, level antibodi menurun) (Siegel, 1971; Freeman, 1967; Ringer, 1976). Akibat tidak langsungnya pada cekaman berat akan menyebabkan perilaku yang tidak normal, menurunkan konsumsi pakan, produksi rendah, penyakit dan kematian sehingga dapat menurunkan kinerja produksi (Kilgour dan Dalton, 1984).

Vitamin C Sebagai Antistress

Vitamin C lebih dikenal sebagai asam askorbat karena sifatnya yang asam dan efektifitasnya dalam pengobatan skurvi. Selanjutnya Padue dan Thaxton (1986), melaporkan bahwa suplementasi vitamin C berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi, mortalitas, dan berpengaruh positif terhadap unggas yang mengalami cekaman lingkungan dan gizi. Sifat asam disebabkan oleh dua hidroksilenoat yaitu hidroksil pada C-3 dan C-2 (Delgado, 1982). Vitamin C merupakan struktur paling sederhana, merupakan senyawa dengan rumus bangun yang menyerupai suatu monosakarida dan dalam kenyataan vitamin C secara biokimia disintesa dari D-glukosa (Brown, 1976). Vitamin C tergolong senyawa yang larut dalam air dan bersifat tidak stabil, serta mudah teroksidasi selama proses pembuatan dan penyimpanan pakan.

Pardue dan Thaxton (1986) menyatakan bahwa vitamin C (asam askorbat) belakangan dikenal sebagai antistress yang baik dan banyak dimanfaatkan pada unggas karena dibutuhkan dalam reaksi hidroksilasi pada sistem syaraf dan medulla adrenal. Vitamin C sebagai kosubstrat dalam hidroksilasi tirosin pada pelepasan norepineprin dan dalam medulla adrenal untuk pelepasan kotekolamin lain yaitu epinefrin. Peranan ini penting untuk fungsi sistem syaraf secara normal dan untuk ketersediaan epinefrin dalam hubungannnya dengan stress (Linder, 1992). Menurut Piliang (2001) suplemen vitamin C dalam jumlah banyak diperlukan jika tubuh dalam kondisi stress karena secara emosional atau cekaman lingkungan, untuk mempertahankan konsentrasi asam askorbat yang normal dalam plasma darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hornig dan Frigg (1979) ayam tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mensintesis vitamin C dalam jumlah yang cukup apabila mendapat cekaman panas.

Kadar vitamin C dalam plasma dan hati menurun dengan bertambahnya umur. Pada saat menetas kecepatan sintesis vitamin C pada ginjal ayam masih lambat, tetapi setelah itu akan meningkat beberapa kali lipat sampai umur 20 – 30 hari dan menurun setelah di atas umur 30 – 40 hari (Hornig dan Frigg, 1979).

Penelitian penanggulangan cekaman dengan pemberian vitamin C pada broiler, ayam petelur yang sedang produksi dan ayam hutan hijau telah dilakukan di Indonesia. Ichsan (1991) melaporkan bahwa pemberian vitamin C pada suhu ruang 33oC tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap kecepatan pertumbuhan. Pengaruh yang menonjol adalah pada peningkatan daya tahan cekaman panas yang ditandai dengan lebih rendahnya angka kematian pada broiler yang diberi vitamin C dibandingkan dengan yang tidak diberi. Habibie (1993) dalam kesimpulan laporannya menyatakan bahwa suplementasi vitamin C pada ayam petelur tipe medium fase produksi I dan fase produksi III secara nyata meningkatkan produksi telur (hen day), menurunkan konversi ransum dan tidak berpengaruh pada konsumsi pakan, berat dan kerabang telur. Suplementasi vitamin C sebanyak 1000 ppm pada fase produksi III memberikan respon yang lebih tinggi dan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan pada fase produksi I. Widjajakusuma (1999) melaporkan bahwa pemberian vitamin C dosis tinggi atau kombinasi dengan serbuk pinang pada ayam hutan hijau pada umumnya dapat memperbaiki kinerja reproduksi dan hematologis sebagai indikator tertanggulanginya cekaman.

Alokasi Energi Didalam Tubuh

Prebiotik Dan Kualitas Kerabang

Permasalahan utama yang sering terjadi pada industri perunggasan khususnya ayam petelur adalah tingginya tingkat kerusakan telur karena pecah, salah satu alternative untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan penambahan prebiotik dalam ransum seperti inulin dan oligofruktosa. Penambahan bahan ini menyebabkan kerabang telur menjadi lebih kuat (Tebal) selain daripada itu menurunkan tingkat kematian.